Rabu, 29 Oktober 2008

Berjihad Menurut Pandangan Islam

A. Konsep, Tujuan dan Ketentuan Jihad
1. Pengertian Jihad
Kata jihad berasal dari bahasa Arab yaitu jahada, yujahidu mujahadah Kata jihad adalah isim masdar kedua yaitu “jahadatan” yang berarti bekerja sepenuh hati.[1] Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, jihad berarti usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan, usaha sungguh-sungguh dalam membela agama Allah (Islam) dengan mengorbankan harta benda, jiwa dan raga, berjuang melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam.[2]
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, jihad berarti mengorbankan segala kemampuan atau berjuang menghadapi berbagai kekuatan.[3] Dalam memberikan definisi jihad, para ulam mempunyai perbedaan pendapat. Ulama Fiqh berpendapat bahwa jihad berarti berperang melawan orang kafir, sedangkan ahli tasauf mengatkan bahwa jihad itu adalah melepaskan diri dari belenggu nafsu dan syetan. Ulama mazhab hanafi berpendapat bahwa jihad itu berarti berdakwah kepada umat Islam berperang terhadap orang yang tidak menerima dakwah itu, baik dengan harta maupun dengan jiwa. Ulam mazhab Syafi’I memberikan definisi dan mengartikan jihad dengan perang melawan orang kafir untuk kemenangan Islam. Adapun menurut Ahmad Muhammadal-Hufy (Ahli Fiqh asal Mesir), mengartikan jihad dengan berjuang di jalan Allah SWT yang diwajibkan oleh syara’ dalam rangka mengadapi orang-oarang yang menusuhi agama atau untuk mempertahankan tanah air kaum muslimin dari musuh-musuh Islam.[4]
Sebagian orang Islam mendefinisikan jihad dengan perang. Apalagi kaum Orientalis menerjemahkan jihad itu dengan perang suci suci (Holy War). Ketika istilah ini digunakan, citra yang muncul dikalangan orientalis barat adalah para laskar yang menyerbu berbagai wilayah dengan memaksa orang-orang non muslim untuk masuk Islam. Begitu melekatnya citra ini, sehingga fakta dan argumen apapun yang dikemukakan oleh orang muslim, mereka orang-orang orientalis sulit untuk menerimanya.[5]
Jihad dalam Islam bukanlah perang suci sebagaimana yang diistilahkan oleh kalangan orientalis. Jihad dimaksudkan untuk memperbaiki dan meluruskan yang bengkok dalam kehidupan manusia. Sementara itu jiha menurut para Fuqaha’ ada beberapa macam. Pertama, jihad dalam makna ‘am, yaitu memberikan segala kesanggupan yang ada untuk kepentingan agama dan negara dengan berbagai macam cara yang ditempuh demi mencari keridhaan Allah semata. Kedua, jihad dalam mana khas, yaitu mempergunakan segala kemampuan dan kesanggupan yang ada untuk melancarkan perang atau guna mempertahankan agama. Jihad dalam makna khas ini jiuga dalam upaya untuk membela diri dari perbuatan penganiayaan dan kezaliman serta orang-orang yang suka berbuat kezaliman di atas bumi.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa jihad ‘am adalah mempergunakan kesanggupan yang telah dipikulkan kepada umat Islam. Sedangkan jihad dengan makna khas, berarti memberikan segala kesanggupan yang ada pada diri kaum muslim untuk keperluan membela dan mempertahankan agama dan tanah air. Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa jihad itu ada empat tingkat yaitu jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan, jihad melawan manusia, dan jihad melawan orang-orang munafik.
Sedangkan jihad melawan hawa nafsu itu terbagi kepada empat tingkat. Pertama, jihad melawan setan dengan cara selalu mempelajari ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW dan agama dengan benar, karena tidak akan ada kebahagiaan di dunia dan akhirat kecuali dengan ilmu dan agama. Kedua, jihad melawan setan dengan cara mengamalkan ajaran agama setelah mengetahui ajaran-ajarannya. Ketiga, berjihad melawan setan dengan melakukan dakwah di jalan Allah. Jika ini tidak dilakukan maka akan terjerumus kepada orang-orang yang menyembunyikan ilmu. Keempat, hendaklah berjihad melawan setan dengan kesabaran atas semua kesulitan yang dihadapi di jalan dakwah.
Sedangkan jihad melawan setan itu ada dua tingkat. Pertama, jihad melawan setiap lontaran setan kepada seorang hamba semisal keraguan, subhat dalam keimanan kepada Allah. Kedua, berjihad terhadap segala yang dilontarkan setan kepada manusia berupa keraguan jahad dari sahwat. Sedangkan jihad melawan orang-orang kafir dan orang munafik ada empat tingkat yaitu jihad dengan hati, lisan, harta dan jiwa. Jihad melawqan orang kafir lebih tepa6t dengan tangan atau dengan kekuatan, sedangkan jihad melawan orang munafik lebih tepat dengan lisan.
Menurut Sayyid Quthub jihad terbagi kepada beberapa bagian. Sebelum pergi berjihad ke medan perang harus melewati satu jihad yang lebih besar yang ada di dalam jiwa seseorang yaitu, jihad melawan setan, jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan segala ketamakan dan jihad melawan segala kepentingan individu dan keluarga.[6] Sedangkan jihad menurut Jama’ah Tabligh adalah memberikan segala kesanggupan yang ada untuk kepentingan agama dan negara dengan berbagai cara yang ditempuh demi mencari keridhaan Allah semata.
2. Tujuan Jihad
Perang dalam Islam tidak sekedar untuk berperang sebagaimana yang dipahami oleh sebagian manusia, juga bukan sebuah ibadah yang dilakukan secara terus menerus seperti sholat. Namun perang adalah ibadah yang memiliki sebab seperti zakat, puasa, dan haji. Zakat diwajibkan bagi orang-orang yang memiliki harta yang telah mencapai nisab, harus dikeluarkan kepada orang-orang yang berada dalam kekurangan. Puasa dilakukan satu bulan dalam setiap tahun. Haji dilakukan satu kali dalam sepanjang usia bagi orang yang sudah memiliki kemampuan. Dan jihad dilakukan dilakukan ketika diperlukan dan untuk mencapai tujuan tertentu.
Jihad di jalan Allah bukanlah sebagai tujuan atau sasaran-sasaran itu sendiri, tapi ia juga sebagai jalan yang disyaria’tkan Allah untuk mewujudkan banyak tujuan, yang antara lain :
Pertama, menahan serangan musuh dan melawan kekuatan zhalim sehingga, terwujud keamanan. Prinsip kedatangan Islam adalah untuk mewujudkan dunia perdamaian, akan tetapi tidak semua pihak menerima prinsip itu. Sudah barang tentu mereka pihak-pihak yang berkehendak menghalanginya yaitu pihak-pihak yang tidak menghendaki adanya ketenteraman dalam kehidupan masyarakat, bahkan ingin mendatangkan kerusakan baik di lautan maupun di daratan.
Oleh sebab itu untuk menumpas keganasan dan kejahatan supaya tujuan Islam tercapai, maka diperbolehkan jihad atau berperang untuk melenyapkannya Sesuai dengan firman Allah SWT surat asy-Syura ayat 39-42 ,“Dan barang siapa yang apabila mereka diperlakukan dengan jahil mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas tanggungan Allah. Dan sesunggunya dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim,. Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun untuk mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada manusia dan sesungguhnya dosa itu atas orang-orang berbuat zhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak mreka itu mendapat azab yang pedih”
Sebagaimana diketahui inti sari ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah meng-Esakan Tuhan semesta alam dan beribadah kepada-Nya. Sedangkan di sisi lain berbuat baik untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan berpedoman kepada syari’at agama merupakan kewajiban yang bersifat abadi. Kedua, melindungi kebebasan untuk menyampaikan dakwah islamiyah. Kewajiban menyampaikian dakwah bagi umat islam baik secara individu maupun secara berkelompok merupakan misi suci yang harus ditunaikan disetiap waktu dan tempat. Apabila tugas suci ini tidak dilaksanakan, maka akan berdosa dan sikasan dari Allah SWT. Tugas suci ini telah dinyatakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya surat Ali-Imran ayat 104, “Dan Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar merekalah orang-orang yang beruntung.”)
Selanjutnya dalam surat lain Allah SWT juga menerangkan “Dan telah dilaknati orang-orang kafir dan Bani Israil dengan lidah Daud dan Isya putra Maryam yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan aniaya (melampaui batas)mereka tiada melarang suatu yang munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah seperti yang selalu mereka perbuat itu” (Qs. Al-Maidah : 78-79)
3. Ketentuan Jihad
Islam menganjurkan jihad untuk tujuan defenitif atau pertahanan yang terlihat dalam beberapa aturan yang digariskan al-Qur’an di dalam berperang. Apapun ketentuan untuk berjihad atau perperang adalah sebagai berikut:[7] Pertama, wajib mengumumkan perang terhadap musuh. Menurut Imam Malik dan mazhab Zaidiyah, pemerintah Islam terlebih dahulu menyampaikan dakwah kepada musuh. Dengan kata lain sebelum perang dilancarkan terhadap kum musyrik, terldebih dahulu diseru untuk masuk Islam . Kalau mereka menolak, maka boleh tetap pada kepercayaannya tetapi harus membayar jizyah atau pajak jaminan atas diri mereka. Bila mereka tetap menolak, maka satu-satunya cara adalah mengadakan perang. Kedua, menurut mazhab Hambali yang mengatakan bahwa pengumuman perang tersebut tidak wajib dilakukan apabila pihak yang sebelumnya telah mempunyai ikatan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Akibat pengkhianatan mereka secara sepihak terhadap perjanjian tersebut, maka umat Islam boleh memerangi mereka tanpa memberi peringatan terlebih dahulu. Firman Allah dalam surat an_Nisa’ ayat 89 ,“Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung dan jangan (pula) menjadi penolong.” (Qs. An-Nisa’ : 89). Ayat di atas menjelaskan bahwa orang kafir yang tidak menjaga perjanjian dan tanggungan terhadap kaum muslim, oleh karena itu kaum muslim tidak boleh menjadikan mereka sebagai penolong atau teman kecuali mereka dalam memeluk keimanan dan masuk Islam.[8]

[1]H. A. R. Sutan Mansur, Jihad, (Jakarta: Panjimas, 1982), Cet ke I, h. 9
[2]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1989), cet ke-2,h. 302
[3]Departemen Agama RI, Ensiklopedi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Utama,1993), jilid ke-2, h. 521
[4]Abdul ziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), cet ke I, jilid 4, h. 1389
[5]Azyumardi Azra, Pergerakan Poliik Islam, (Jakarta:Paramadina,1996), cet ke I, h. 127
[6] Sayyi Quthub, Petunjuk Jalan, (Jakarta: Gema Insaniu, 2001) Cet. Ke-I, h.85
[7]Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ickhtiar Baru Van Hoeve, 1996), jilid 4,h. 1937
[8]Nazar Nizar, Diktat Fiqh Munakahat I (Padang: t.p, 1989), h. 71
12 Isni Bustani, Perkawinan dan Perceraian dalam Islam, (Padang: IAIN Press Padang, 1999), h. 81

Berbangsa & Bernegara Menurut Pandangan Islam

hadith Rasulullah s.a.w ;

" ku tinggalkan untuk kamu 2 perkara pusaka, taklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya, iaitu Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya."

selagi kita umat manusia menggunakan 2 perkara ini AL-Quran dan As-sunnah Allah jamin yang kite xakan sesat untuk selamanya.
semua cara hidup, pelaksanaan sesebuah negara Islam itu ada di dalam Aq+As ini.

ingatlah bahawa kite tinggal di bumi Allah, kalau bukan peraturan Allah yang kite perlu ikut, peraturan siapa? sedangkan kite menumpang di bumiNya?

surah 30: ayat 30
" maka hadapkan wajahmu dengan lurus kepada Agama/din Allah, (tetapla atas) fitrah Allah yang telah mencciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama/din yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui"